Biodata Laut Terancam Punah Karena Ahli Pungsi Hutan Mangrove Di Desa Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu

18 Februari 2025

 


Pangkalan Susu | Indonesia Berkibar News - Komunitas nelayan tradisional di Desa Tanjung Pasir,"Kecamatan  Pangkalan susu kini resah melihat aktivitas  dua alat berat ekskavator yang meluluhlantakan kawasan mangrove.


Tangan besi ekskavator milik pengusaha asal luar daerah dengan gagah perkasa membabat puluhan hektare hamparan hutan mangrove yang berlokasi di Dusun V dan Dusun VII dengan tujuan melakukan praktik alih fungsi.

Sebagai warga setempat, nelayan tak mampu untuk menghentikan ambisi dari pemilik modal untuk mengalihfungsikan kawasan, meskipun dampak ekologis yang ditimbulkan dapat mengancam kehidupan para nelayan.


Zulkifli, Kelompok Nelayan Berkah Nelayan di Desa Tanjungpasir menyampaikan keresahannya terkait praktik pembabatan hutan mangrove yang terjadi sangat masif di desanya. Menurut dia, sekitar 80 Ha luas kawasan hutan yang dikuasai oleh seorang pengusaha asal Stabat.


Menurut dia, selama ini, di seputar kawasan hutan mangrove ini tempat nelayan mencari nafkah. “Alih fungsi yang dilakukan dapat berdampak pada pendapatan nelayan, karena hutan mangrove ini habitat bagi biota laut,” ujar Zulkifli, kepada kru Indonesia Berkibar News dan beberapa wartawan one, Selasa (18/02/2025).


Praktik alih fungsi ini sudah berjalan lebih kuran dua bulan dan  berpotensi akan semakin memiskinkan kehidupan keluarga nelayan. Bagaimana tidak, populasi biota laut, seperti udang, ikan dan kepiting terancam, ditambah akses nelayan mencari nafkah kian berkurang.


Lanjut  Kelompok Nelayan Berkah itu mendesak pemerintah segera menghentikan kegiatan pemusnahan hutan yang sedang dilakukan pengusaha dengan tujuan mengalihfungsikan kawasan mangrove untuk peruntukan lain.


Di hari yang sama Syaiful Amri salah seorang nelayan di Desa Sei Siur menyampaikan keberatan serupa. Menurutnya, dampak pemusnahan mangrove ini nantinya bukan hanya dirasakan nelayan Desa Tanjungpasir, tapi juga bakall dirasakan desa tetangga


Dia mengatakan, sudah cukup banyak paluh yang selama ini menjadi akses para nelayan mengais rezki untuk memenuhi kebutuhan sejengkal perut ditutup atau dibendung oleh pengusaha.


Dia meminta kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian ATR/BPN, Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kehutanan, dan aparat penegak hukum lainnya segera turun memeriksa legalitas alas hak surat tanah dari pihak pengusaha.


Lanjut Saipul menurutnya, sekarang ini sertifikat HGB dan SHM saja bisa dipalsukan orang, seperti yang terjadi dalam kasus pagar laut di Provinsi Banten yang beritanya viral. Ia meminta alih fungsi mangrove ini diusut hingga tuntas.


Sementara itu, beberapa warga mendesak Polda Sumut untuk mengusut pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk operasional excavator. “Pengadaan minyak perlu diusut untuk mengetahui apakah beko menggunakan solar subsidi atau nonsubsidi,” pinta warga.


Kades Tanjung pasir, Faisal, ST, saat dikonfirmasi beberapa media melalui hp seluler  termaksud media Indonesia nerkibar news, Rabu (19/2), mengatakan, areal mangrove ini masuk dalam usulan program TORA (Tanah Objek Reformasi Agraria) tahun 2019, kemudian tahun 2024 pihak Kehutanan mengeluarkan peta kawasan ini sudah putih.


Kades mengaku tidak mengetahui secara pasti luas lahan TORA yang kuasai oleh pemilik tanah. Faisal juga tidak tahu apakah alih fungsi yang berdampak pada nelayan ini sudah memilik izin AMDAL (analisa dampak lingkungan).


Program TORA dari KLHK ini pada dasarnya untuk mengurang ketimpangan penguasaan tanah dan penyelesaian konflik agraria, menolong rakyat kecil, mewujudkan keadilan, memberi hak milik kepada masyarakat yang menguasai tanah di kawasan hutan.


Tapi, dalam realitasnya, yang mendapatkan sertifikat dalam program TORA bukanlah masyarakat kecil, melainkan pengusaha. Masyarakat, seperti halnya nelayan kecil di Desa Tanjung pasir hanya mendapatkan dampak negatif akibat terjadinya dampak ahli pungsi tersebut,(ERI)